
Oleh: Kadek Yogiarta
Kendari, Datasultra.com- Mungkin saja bagi sebagian orang bawah setiap tanggal setiap 17 Agustus adalah hanya pelaksanan upacara bendera dan deretan lomba serta evoria lainnya, namun bagi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) setiap peringatan hari kemerdekaan seharusnya menjadi momen refleksi, apakah kita sudah benar seorang ASN yang telah merdeka dalam melaksanakan tugas, melayani dan menjaga integritas?
Tanggal 17 Agustus 2025 adalah peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Presiden Prabowo telah meluncurkan logo dan tema HUT RI ke-80 pada 23 Juli 2025 di Istana Negara, dengan tema “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.”
Delapan puluh tahun adalah perjalanan panjang bagi sebuah bangsa. Dalam ukuran usia manusia menurut WHO, ini setara dengan lansia sangat tua (very old).
Namun, usia yang sangat tua ini seharusnya justru membuat kita semakin dalam merenungkan, apakah makna kemerdekaan yang kita rasakan kini semakin menguat ataukah perlahan memudar ditengah hiruk-pikuk perayaan tahunan?
Kemerdekaan yang Menjadi Rutinitas
Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, kemerdekaan dirayakan dengan meriah. Upacara bendera di lapangan desa, lomba balap karung, tarik tambang, panjat pinang, gerak jalan, jalan santai bahkan sampai pada pawai budaya telah menjadi bagian dari memori kolektif bangsa.
Sebagai anak yang tumbuh di desa transmigrasi, saya masih ingat dulunya bagaimana setiap Agustus masyarakat bergotong royong menghias gapura, merapikan pagar dan memasang bendera merah putih dan umbul umbul di setiap rumah.
Tahun ini, dari pengamatan saya di Kota Kendari, Konawe, dan Kolaka Timur, semarak pernak-pernik HUT RI juga terasa seperti tahun tahun sebelumnya. Perayaan ini juga menjadi yang pertama dipimpin Presiden Prabowo sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 digelar di Jakarta, berbeda dari tahun lalu yang berlangsung di Ibu Kota Nusantara.
Namun, setelah saya dewasa dan bekerja sebagai ASN kurang 10 tahun saya mulai merasakan pergeseran. Di banyak tempat, perayaan kemerdekaan terasa seperti rutinitas tahunan hadir diupacara pagi, lalu kembali ke aktivitas seperti biasa. Euforia lomba rakyat kerap menjadi sorotan utama, sementara pesan mendalam tentang arti kemerdekaan sering tersisih dan terabaikan.
Makna Sejati Kemerdekaan
Seharusnya dapat di pahami bahwa kemerdekaan sejatinya bukan hanya lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga bebas dari segala bentuk belenggu yang menghambat kemanusiaan. Bung Karno pernah berkata, “perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Kini, tantangan terbesar bukan lagi mengusir pasukan penjajah, melainkan melawan “penjajah” dari dalam bentuk, korupsi, kemalasan, ego sektoral, dan ketidak ada empatian atau tidak pedulian.
Dalam religi kita diajarkan bahwa kemerdekaan adalah kemampuan menahan hawa nafsu, loba, kemarahan, kebingungan, dan tidak iri hati serta dapat mengutamakan kepentingan bersama, serta menjaga harmoni dengan semesta dan sesama.
Dalam pemahaman dan. keyakinan saya, kebebasan batin adalah puncak kemerdekaan itu sendiri. Manusia yang merdeka adalah manusia seutuhnya, bukan hanya bebas bergerak, berkreasi, tetapi juga bebas dari keserakahan, kemarahan, dan kebodohan batin serta sifat buruk lainnya.
ASN sebagai Wajah Negara
Sebagai ASN, saya terikat dengan tugas dan tangung jawab, janji setia kepada negara. Tanggung jawab itu bukan formalitas, melainkan komitmen yang harus hidup dalam setiap tindakan. ASN adalah garda depan pelayanan publik,.wajah negara yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Seharusnya bagi setiap ASN, kemerdekaan berarti bebas dari perilaku yang mencederai integritas, bebas dari tindakan korupsi, bebas dari pelayanan setengah hati, bebas dari sikap mementingkan diri sendiri. Setiap meja pelayanan, pengumpulan berkas, arahan dari pimpinan adalah kesempatan untuk membuktikan kemerdekaan itu.
Menjadi ASN yang Merdeka
Pelayanan publik bukan sekadar rutinitas tetapi panggilan pengabdian. Masyarakat datang dengan harapan mendapatkan pelayanan akan kebutuhan dan persolan, mendapatkan solusi, atau sekadar rasa dihargai baik secara personal dan komunal.
Di sinilah kemerdekaan ASN diuji mampukah kita melayani dengan sepenuh hati, cepat, tepat dan ramah tanpa memandang latar belakang mereka serta tanpa motif apa apa? Bekerja dengan cinta yang tulus adalah wujud penghormatan terhadap kemerdekaan, para pejuang dahulu mengorbankan nyawa demi kemerdekaan yang kita nikmati saat ini, tugas kita adalah mengisinya dengan pengabdian yang tulus dan iklas.
Refleksi Pribadi di Hari Kemerdekaan
Setiap 17 Agustus saya teringat pada kisah kehidupan sebagai anak transmigrasi yang penuh perjuangan, kerja keras sekaligus kerja kasar bukan pilihan tapi sudah kewajiban setiap harinya.
Bagi orang tua saya dan tetua lainnya para transmigrasi, hidup adalah perjuangan, dan perjuangan itu belum selesai, di awal merambah hutan, membuka lahan kosong menjadikannya sawah, bekerja tidak memandang waktu dibalik terik matahari, secara bertahap membangun rumah dan menata hidup dari nol dan sampai saat ini ketekunan dan kerja keras sudah menjadi budaya hidup.
Merdeka itu bukan hanya tidak dijajah, tapi bisa mandiri, berdiri dan kokoh di kaki sendiri artinya berkecukupan secara material dan juga rohani. Pesan sekaligus pengingat dan peneguh saya saat ini sebagai seorang ASN, bahwa perjuangan saya dalam mengisi kemerdekaan adalah dengan menjadi pelayan yang baik bagi masyarakat, dilakukan dengan sepenuh hati dan konsisten.
Harapan
Memasuki usia ke-80 kemerdekaan, saya berharap bahwa setiap ASN, menjadikan pelayanan publik sebagai swadarma (kewajiban suci) bukan sekadar tugas administratif. Kita semua harus membebaskan diri dari perilaku mencari keuntungan pribadi. Kemerdekaan menjadi ruang lahirnya inovasi pelayanan yang mempermudah pelayanan kepada masyarakat.
Mari, sebagai ASN, kita tempatkan tugas sebagai prioritas utama, jadikan pelayanan tanpa pamrih sebagai ciri khas ASN Indonesia. Bangsa yang merdeka bukan yang benderanya hanya berkibar, tetapi bangsa yang rakyatnya merasa dilayani, dihormati dan diayomi.
Renungan
Kemerdekaan adalah anugerah yang telah dibayar dengan darah air mata dan pengorbanan. Saat ini tugas kita bukan mempertahankannya dari penjajah asing tetapi menjaganya dari kemerosotan moral. Setiap dokumen yang diproses dengan jujur, setiap layanan yang diberikan tulus, setiap keputusan yang adil semuanya adalah cara mengisi kemerdekaan.
Ketika kita mampu membebaskan diri dari belenggu ego, dari keinginan “mengakali” aturan demi keuntungan pribadi dan dari sikap acuh terhadap masyarakat yang datang untuk dilayani, saat itulah kita benar-benar merdeka.
Mari kita semua rayakan HUT RI ke-80 dengan cara tingkatkan etos kerja, bekerja dengan lebih baik, melayani lebih tulus dan menjaga integritas. Karena kemerdekaan sejati adalah ketika kita semua termasuk para ASN mampu menjadi pelayan totalitas masyarakat yang datang dan pulang mereka membawa senyum dan kebahagian atas pelayanan kita.
Penulis:
_Seorang ASN pada Bimas Hindu Kanwil Kemenag Sultra_